Beberapa waktu lalu, terjadi kasus saat beberapa siswa mengkritik guru melalui sosial media. Siswa itu mengecam jenis hukuman yang diberikan guru kepada siswa. Sontak kritikan siswa itu menimbulkan masalah. Guru dan sekolah tidak menerima kritikan itu dan akhirnya menjatuhkan sanksi kepada murid. Atas pemberian sanksi itu, orang tua siswa tidak menerimanya. Akhirnya, kasus itu ter-blow up dan membesar hingga masuk ke ranah hokum.
Bagi netter, sosial media memang dapat digunakan untuk menyalurkan aspirasi. Karena kemudahan yang dimiliki, banyak siswa juga menggunakan media ini untuk beragam kepentingan. Tidak hanya untuk menyampaikan eksistensi diri, tetapi juga menyampaikan beragam masalah yang dialaminya, baik masalah di pergaulan, keluarga, bahkan di sekolah. Karena kekurangpahaman penggunaan sosial media, banyak siswa langsung menyampaikan kritikan kepada semua orang yang dianggapnya sebagai penghalang kebebasan. Di sinilah diperlukan kearifan guru.
Sebagai pendidik, guru perlu mengenalkan penggunaan sosial media kepada para siswa. Ada tiga etika yang perlu diketahui para siswa, yaitu kesantunan bahasa, pemilihan media, dan kesahihan informasi. Pertama, kesantunan bahasa. Guru perlu menyampaikan masalah kesantunan ini kepada para siswa. Mereka harus dididik bahwa cara yang salah akan berakibat hasil yang salah pula.
Sebuah kritikan tentu bertujuan baik. Namun, kritikan akan berubah menjadi masalah krusial jika kritikan itu tidak disampaikan secara santun. Terlebih, kritikan itu disampaikan melalui sosial media yang semua orang tanpa batas dapat membacanya. Oleh karena itu, kritikan melalui sosial media sebaiknya disampaikan dengan sindiran, analogi, atau berbentuk kisah fiksi.
Kedua, pemilihan media. Kritikan dapat disampaikan secara langsung dan tidak langsung. Kritikan langsung berarti kritikan itu disampaikan secara tatap muka sedangkan kritikan tidak langsung berarti kritikan itu disampaikan dengan media tertentu, seperti surat, sosial media, atau gambar.
Jika disampaikan secara langsung, hendaknya kritikan itu disampaikan secara tertutup alias tidak di tempat umum. Kritikan di tempat umum dapat menjatuhkan harga diri meskipun isi kritikan belum tentu benar. Siswa dapat diarahkan agar kritikan itu disampaikan di ruang atau tempat tertentu. Bahkan, kritikan itu dapat disampaikan sambil bercanda. Jika disampaikan secara tidak langsung, siswa perlu dilatih agar memiliki kemampuan menyampaikan kritikan melalui tulisan. Kritikan itu dapat berbentuk surat dan dikirimkan melalui kotak saran di sekolah atau langsung kepada gurunya.
Ketiga, kesahihan informasi. Sering siswa menerima segala informasi secara mentah-mentah. Informasi yang didapat dari teman-temannya langsung direspon sebagai wujud solidaritas yang salah. Sikap itu harus dicegah. Guru perlu memberitahukan sanksi hokum yang akan ditanggung jika menyebarkan informasi yang salah, terlebih kritikan itu disampaikan melalui media.
Guru perlu memberikan pemahaman yang benar tentang arti pentingnya kesahihan informasi. Jika informasi itu diperoleh dari orang lain, kebenaran informasi itu harus dikonfirmasikan kepada sumbernya. Jika informasi itu dialami korban, hendaknya kritikan itu disampaikan secara berimbang dan transparan. Informasi itu harus disampaikan secara utuh sehingga perlu dijelaskan secara kronologis agar masyarakat mengetahui permasalahannya secara detail. Jika ketiganya sudah dipahami kedua pihak, siswa tak lagi mengkritik guru seenaknya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar